Jumat, 17 September 2010

Narasi Raja Saul

BAB I
LATAR BELAKANG

Kisah Raja Saul tercatat dalam kitab 1 Samuel. Dimulai dari pasal 1 dan berakhir pada pasal 31. Tambahan juga terdapat dalam perikop 1 Tawarikh 10:1-14 yang sesungguhnya sejajar dengan 1 Samuel 31:1-13. Oleh karena penjelasan mengenai kisah Saul terdapat dalam kitab Samuel, maka kita akan mendapat penjelasan yang baik jika kita mengetahui penulis kitab Samuel.
I. Penulis
Dalam Naskah Ibrani kedua kitab Samuel (1 dan 2 Samuel) merupakan satu kitab saja. Pemisahan yang kita miliki kurang tepat karena menyebabkan kisah yang sesungguhnya berkesinambungan menjadi terputus. Samuel adalah tokoh yang penting dalam Kitab Samuel, oleh karena itu tepat jika kitab ini diberi nama kitab Samuel. Namun judul ini tidaklah berarti bahwa Samuel adalah pengarangnya sebab kematian Samuel tercantum dalam 1 Samuel 25:1. Nabi Samuel memang yang membuat naskah awal bersama dengan nabi Natan dan Gad (1 Tawarik 29:29) tetapi kemungkinan besar Nabi Samuel bukanlah penulis kitab Samuel. Kemungkinan besar kitab Samuel ditulis oleh seseorang yang tidak diketahui namanya ditulis sekitar abad 10 SM dengan menggunakan naskah-naskah yang ditulis oleh Samuel, Natan, dan Gad sebagai rujukan.

II. Konteks Historis
Tahun-tahun zaman Samuel tidak dapat ditentukan secara persis. Masa jabatan Samuel diperkirakan dalam rentang waktu 1075-1035 sM. Masa pemerintahan Saul bersamaan waktunya dengan sebagian masa jabatan Samuel, sebab itu dapat diperkirakan bahwa awal pemerintahan Samuel adalah tahun 1045 sM, sedangkan Saul meninggal pada tahun 1010 sM.
Sumber-sumber untuk periode sejarah ini sangat jarang. Baik posisi Mesir maupun posisi Mesopotamia tidak memungkinkan mereka memperhatikan negeri-negeri yang berada jauh di luar perbatasan mereka sehingga bangsa-bangsa kecil dari Siro-Palestina dibiarkan saling bercekcok. Ancaman terhadap Israel yang khususnya datang dari Filistin mengharuskan adanya kerjasama yang lebih besar di antara suku-suku Israel daripada yang ada sebelumnya.

Bab II
Narasi Peristiwa Kehidupan Saul

I. Latar Belakang
Kisah ketokohan Saul dalam Alkitab dimulai dari penolakan bangsa Israel terhadap kepemimpinan rohani Yahweh, yang diterapkan dalam pelayanan Samuel, yang menuntut seorang raja (1 Sam 8). Di bawah ketakutan terhadap kekuasaan bangsa Filistin orang Israel berpikir bahwa hanya pemimpin perang yang akan mampu membebaskan mereka. Jadi kehadiran Saul adalah hadirnya masa baru bagi kehidupan bangsa Israel yang beralih dari masa hakim-hakim menuju bangsa monarkhi.

II. Kepemimpinan Saul
Sesudah memperingatkan bangsa Israel tentang bahaya pemerintahan kerajaan-yang tidak mereka gubris-Samuel diperingatkan Allah untuk memenuhi keinginan mereka, dan dibimbing untuk memilih Saul, yang secara rahasia diurapinya di tanah Zuf (1 San 10:1), dan mengumumkan pengangkatan itu kemudian dalam suatu upacara umum di Mizpa (10:17-25). Setelah diangkat menjadi raja segera saja Saul mendapat kesempatan untuk menunjukkan keperkasaannya. Nahas, orang Amon, mengepung Yabesy-Gilead dan menuntut penduduk Yabesy mematuhi syarat-syarat penyerahan diri yang kejam. Penduduk segera meminta pertolongan Saul yang sedang berada di seberang sungai Yordan. Saul mengumpulkan rakyatnya sesuai adat bangsa dan zamannya, dan sebagai satu pasukan mereka memperoleh kemenangan besar (11:1-11).
Peran besar raja Saul bagi Israel dalam konteks perlawanan terhadap bangsa-bangsa lain teringkas dalam 1 Samuel 14:47-48:
Setelah Saul mendapat jabatan raja atas Israel, maka berperanglah ia ke segala penjuru melawan segala musuhnya: Melawan Moab, bani Amon, Edom, raja-raja negeri Zoba dan orang Filistin. Dan kemanapun ia pergi, ia selalu mendapat kemenangan. Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang gagah perkasa memukul kalah orang Amalek, dan melepaskan Israel dari tangan orang-orang yang merampasi mereka.

III. Kesalahan dan Kejatuhan Saul
Kesalahan dan kejatuhan adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan kehidupan Saul. Bagian ini adalah penekanan utama dari narasi kehidupan Saul sekaligus transisi kehidupan bangsa Israel menuju pemerintahan baru yang kemudian diberikan kepada Daud.
Ada tiga peristiwa yang menyebabkan pengurapan Saul sebagai raja diambil oleh Tuhan.
a. Peristiwa pertama, Saul, karena tidak sabar melaksanakan tugas keimaman mempersembahkan korban di Gilgal (13:7-10). Karena pelanggarannya terhadap hal sakral ini, Samuel menubuatkan penolakan terhadap dia sebagai raja. Dan Saul memperoleh petunjuk pertama, bahwa dalam pemikiran Tuhan sudah ada orang yang dipilih-Nya untuk menggantikan Saul.
b. Peristiwa kedua, ketidaktaatan Saul menyebabkan nabi Samuel mengeluarkan pernyataan yang terkenal, “sesungguhnya, mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan.” (1 Samuel 15:22). Lagi, penolakan atas Saul sebagai pemimpin Israel dinyatakan dan ditunjukkan secara simbolik. Samuel memutuskan semua hubungan dengan Saul.
c. Peristiwa ketiga, Saul menggunakan jasa perempuan pemanggil Arwah di Endor untuk memanggil arwah Samuel (1 Samuel 28). Hal ini menambahkan piala kejahatan Saul sekaligus memberitahukan bahwa kematian Saul sudah dekat.
Setelah pengurapan Allah diambil dari Saul ia menjadi sering kerasukan roh jahat (1 Samuel 16:14-23), iri hati terhadap popularitas Daud ( 1 Samuel 18:6-9), berusaha keras membunuh Daud (1 Samuel 18-30), dan akhirnya Saul mati bunuh diri ketika mengalami kekalahan perang melawan bangsa Filistin, kepalanya dipenggal, dan dipakukan di tembok kota Bet-Sean (1 Samuel 31).


BAB III
Pesan dalam Narasi Saul

Narasi kehidupan Saul ditekankan pada kesalahannya dan kejatuhan hidupnya karena Tuhan mengambil pengurapannya. Berikut ini adalah pesan yang diharapkan oleh narator kepada pembaca:
a.Ketaatan kepada Allah adalah penentu keberhasilan dan kegagalan hidup seseorang, terutama bagi Hamba Tuhan, orang yang diurapi secara khusus oleh Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya;
b. Pengurapan kepada hamba-Nya dapat diambil oleh Tuhan, jika seseorang tersebut tidak dapat hidup dalam ketaatan kepada Dia.
c. Setiap hamba-Nya seharusnya menghargai kesempatan yang Tuhan berikan untuk melayani dan dipakai oleh Dia.
Demikianlah penjelasan tentang narasi tokoh Saul yang terdapat dalam kitab 1 Samuel. Kiranya menjadi berkat.

Daftar Pustaka

Alkitab Terjemahan Baru (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia).

Ensiklopedia Masa Kini M-Z (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih).

Donald Guthrie, dkk. Tafsiran Alkitab Masakini 1 (Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia).

Hill, Andrew. Survei Perjanjian Lama (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas).

long life learning

PENDAHULUAN

Dunia pendidikan Indonesia tidak henti dirundung persoalan. Persoalan yang paling besar adalah banyaknya output pendidikan Indonesia yang “tidak laku” di dunia kerja. Berikut ini adalah cuplikan berita dari vivanews. com tentang keadaan dunia kerja Indonesia yang berjudul “pengangguran banyak, 70 % lowongan tak terisi” yang tentunya menohok dunia pendidikan kita:
Selama hampir lima tahun, hasil penelitian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat kekosongan lowongan kerja dalam negeri sebesar 70 persen. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengatakan, dari hasil evaluasi pasar tenaga kerja dalam negeri lewat bursa kerja setiap tiga bulan hanya mampu mengisi 30 persen kebutuhan.
Berita ini pasti mengejutkan. Sementara di pihak penerima kerja kesulitan mendapat tenaga kerja, di sisi lain pengangguran begitu banyak. Data dari LIPI menyebutkan bahwa angka pengangguran di Indonesia mencapai 8, 89 Juta jiwa. Data tersebut menjelaskan bahwa angka pengangguran di Indonesia yang begitu tinggi tidak disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan, tetapi lebih disebabkan karena SDM Indonesia sebagai produk pendidikan Indonesia tidak menjawab kebutuhan pasar. Dunia kerja yang bergerak begitu cepat dengan tuntutan profesionalitas yang semakin bertambah tidak dapat dipenuhi oleh SDM dengan keilmuan yang mandek. Ilmu yang dimiliki SDM dipandang terlalu kuno dan tidak up to date untuk memenuhi dunia kerja.
Dalam bidang keagamaan Kristen terdapat banyak gereja-gereja yang tidak memiliki gembala sidang bukan karena tidak adanya pendeta, tetapi gereja-gereja tersebut tidak menemukan pendeta yang sesuai dengan harapan gereja tersebut di tengan dunia yang berubah. Penulis sebagai anggota Gereja Baptis Indonesia mengamati bahwa ada 5 gereja besar di Jakarta yang sudah bertahun-tahun mencari dan tidak menemukan gembala sidang yang tepat bagi mereka. Data ini belum ditambah dengan dengan gereja-gereja Baptis lain di luar Jakarta yang mengalami kesulitan yang sama.
Sebuah kalimat bijaksana menggambarkan perubahan dunia yang begitu cepat , “Dahulu perubahan berjalan dalam hitungan tahun, sekarang perubahan berjalan dalam hitungan menit.” Perubahan, dan perkembangan pengetahuan berjalan sangat cepat. SDM dituntut menjadi orang yang “up to date” terhadap berbagai disiplin ilmu. Padahal pendidikan formal tidak bisa diikuti sepanjang hari. Pendidikan formal akan berhenti pada saat seseorang diwisuda. Bagaimana pengetahuan dapat di”up date” oleh SDM ketika tidak lagi mengenyam pendidikan formal?
Pada intinya pendidikan formal tidak akan mampu mencukupi kebutuhan keilmuan SDM untuk dapat selalu memenuhi kebutuhan pasar dalam kondisi dunia yang berubah begitu cepat. Yang bisa dilakukan pendidikan formal adalah membuat strategi belajar yang akan memupuk mental “life long learning” kepada siswa.

BAB I
MASALAH

Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya, manusia akan selalu dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai tujuan itu, manusia akan diperhadapkan pada berbagai rintangan. Manakala rintangan itu sudah dilaluinya, maka manusia akan dihadapkan pada tujuan dan masalah baru; untuk mencapai tujuan baru itu manusia akan dihadapkan pada rintangan baru pula, yang kadang-kadang rintangan itu semakin berat. Demikianlah siklus kehidupan dari mulai lahir sampai kematiannya manusia akan senantiasa dihadapkan pada tujuan dan rintangan yang terus menerus. Dikatakan manusia yang sukses dan berhasil manakala ia dapat menembus rintangan itu; dan dikatakan manusia gagal manakala ia tidak dapat melewati rintangan yang dihadapinya. Atas dasar itulah sekolah harus berperan sebagai wahana untuk memberikan latihan bagaimana cara belajar. Melalui kemampuan bagaimana cara belajar, siswa akan dapat memecahkan setiap rintangan yang dihadapi sampai akhir hayatnya.
Prinsip belajar sepanjang hayat seperti yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti dirumuskan UNESCO (1996), yaitu: (1) learning to know; (2) Learning to do; (3) Learning to be; dan (4) Learning to live together.
Masalah dasar tidak terciptanya mentalitas “long Life Learning” pada anak didik terletak pada konsep mengajar itu sendiri. Konsep mengajar yang selama ini dianut diartikan sebagai proses menyampaikan informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu dari guru kepada siswa. Konsep mengajar yang selama ini ada mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Proses pengajaran berorietasi kepada guru (teacher centered)
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peran yang sangat penting. Guru menentukan segalanya. Mau diapakan siswa? Apa yang harus dikuasai siswa? Bagaimana cara melihat keberhasilan belajar? Semuanya tergantung guru. Oleh karena begitu pentingnya peran guru, maka biasanya proses pengajaran hanya akan berlangsung manakala ada guru; dan tak mungkin ada proses pembelajaran tanpa guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai penyampai informasi, sering guru menggunakan metode ceramah sebagai metode utama. Metode ini dianggap ampuh dalam proses pengajaran. Karena pentingnya metode ini, maka biasanya guru sudah merasa mengajar apabila sudah melakukan ceramah, dan tidak mengajar jika tidak melakukan ceramah. Sedangkan sebagai evaluator, guru juga berperan dalam menentukan alat evaluasi keberhasilan pengajaran. Biasanya kriteria keberhasilan proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi yang disampaikan guru.

2. Siswa sebagai objek belajar
Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran menempatkan siswa sebagai objek yang harus menguasai materi pelajaran. Mereka dianggap sebagai organisme yang pasif yang belum memahami apa yang harus dipahami, sehingga melalui proses pengajaran mereka dituntut memahami segala sesuatu yang diberikan guru. Peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang diberikan guru. Jenis informasi dan pengetahuan yang dipelajari kadang-kadang tidak berpijak dari kebutuhan siswa, baik dari segi pengembangan bakat maupun dari minat siswa, akan tetapi berangkat dari pandangan apa yang menurut guru dipandang bermanfaat.
Sebagai objek belajar, kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan minat dan bakatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gayanya, sangat terbatas. Sebab, dalam proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh guru.

3. Kegiatan pengajaran terjadi pada waktu dan tempat tertentu
Proses pengajaran berlangsung pada tempat tertentu, misalnya terjadi di dalam kelas dengan penjadwalan yang ketat, sehingga siswa hanya belajar manakala ada kelas yang didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar. Adanya tempat yang telah ditentukan, sering proses pengajaran terjadi sangat formal. Siswa duduk di bangku berjejer, dan guru di depan kelas. Demikian juga halnya dengan waktu yang diatur sangat ketat. Misalnya, manakala waktu belajar suatu materi pelajaran tertentu telah habis, maka segera siswa akan belajar materi lain sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Cara mempelajarinya pun seperti bagian-bagian yang terpisah, seakan-akan tak ada keterkaitan antara materi pelajaran satu dengan yang lainnya.

4. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pengajaran
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi pelajaran itu sendiri adalah pengetahuan yang bersumber dari mata pelajaran yang diberikan sekolah. Sedangkan, mata pelajaran itu sendiri adalah pengalaman-pengalaman manusia masa lalu yang disusun secara sistematis dan logis kemudian diuraikan dalam buku-buku pelajaran dan selanjutnya isi buku itu yang harus dikuasai siswa. Kadang-kadang siswa tak perlu memahami apa gunanya mempelajari bahan tersebut. Oleh karena kriteria keberhasilan ditentukan oleh penguasaan materi pelajaran, maka alat evaluasi yang digunakan biasanya adalah tes hasil belajar tertulis yang dilaksanakan secara periodik.
Konsep pendidikan yang seperti inilah yang selama ini kita anut dan konsep mengajar seperti inilah yang kemudian mencetak mentalitas belajar berhenti hanya di meja guru. Ketika pengetahuan terus mengalami perkembangan, produk pendidikan tidak bisa berkembang lagi ketika pendidikan usai. Pendidikan yang berorientasi pada guru, kelas dan penguasaan bahan ajar membuat murid tidak dapat belajar lagi ketika tidak ada lagi guru, kelas, dan bahan ajar yang disediakan.
Agar out put pendidikan dapat menjawab kebutuhan masyarakat maka strategi pembelajaran itu sendiri harus diubah. Strategi pembelajaran perlu diubah menuju pembentukan mental “long life learning” sehingga siswa memiliki kemampuan untuk terus mengakses pengetahuan baik dalam pendidikan formal maupun ketika tidak lagi berada dalam pendidikan formal.

BAB II
SOLUSI

Mentalitas “long life learning” siswa dapat dibentuk bila konsep mengajarnya pun diubah. Konsep mengajar yang selama ini adalah mentransfer ilmu dari guru kepada murid harus diubah menjadi mengajar adalah proses mengatur lingkungan. Terdapat beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan:
1. Mengajar berpusat pada siswa (Student Centered)
Mengajar tidak ditentukan oleh selera guru, akan tetapi sangat ditentukan oleh siswa itu sendiri. Dengan demikian, peran guru berubah dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator, artinya guru lebih banyak sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar. Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa.
2. Siswa sebagai subjek belajar
Dalam konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, siswa dianggap sebagai organism yang pasif yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai organism yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang. Mereka adalah individu yang memiliki kemampuan dan potensi.
3. Proses pembelajaran berlangsung dimana saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi di mana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Ketika siswa akan belajar tentang fungsi pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar siswa.
4. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itulah penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, akan tetapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi pembelajaran yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri. Untuk itulah metode dan strategi yang digunakan guru tidak hanya sekadar metode ceramah, tetapi menggunakan berbagai metode, seperti diskusi, penugasan, kunjungan ke objek-objek tertentu dan lain sebagainya.
Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu, tidak sesuai dengan dengan keadaan masa kini. Minimal ada 3 alasan penting mengapa sangat diperlukan adanya perubahan paradigm mengajar: (1) Siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, tetapi mereka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, dibutuhkan orang Dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal; (2) Ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan; (3) Penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap perubahan tingkah laku manusia. Dewasa ini, anggapan manusia sebagai organism pasif yang perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan seperti dijelaskan dalam aliran behavioristik, telah banyak ditinggalkan orang. Orang sekarang lebih percaya, bahwa manusia adalah organism yang memiliki potensi seperti yang dikembangkan oleh aliran kognitif holistik.
Ketiga hal diatas, menuntut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar jangan diartikan sebagai proses menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian seringkali diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan.
Dengan dijadikannya siswa sebagai pusat dari kegiatan tentunya berdampak terciptanya mentalitas mencari sendiri pengetahuan mereka. Sehingga suatu saat bila setelah menyudahi pendidikan formal mental “mencari sendiri” pengetahuan akan memungkinkan mereka terus meng “up date” pengetahuan yang terus berkembang.

KESIMPULAN

Ketidaksesuai antara output pendidikan dengan pasar pendidikan adalah terletak pada mentalitas “long life learning”. Dengan mentalitas ini murid diharapkan mampu terus menyerap dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang bergerak begitu cepat. Dengan demikian lulusan dapat memenuhi kebutuhan pasar yang membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kecapakan “up to date”.
Masalah mengapa lembaga pendidikan tidak menghasilkan lulusan yang memiliki mentalitas “long life learning” adalah terletak pada konsep mengajarnya. Konsep mengajar yang selama ini dianut adalah: (1) Proses pengajaran berorientasi kepada guru (teacher centered); (2) Siswa sebagai objek belajar; (3) Kegiatan pengajaran terjadi pada waktu dan tempat tertentu; (4) Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pengajaran.
Konsep mengajar yang seperti ini perlu diubah dengan konsep yang baru. Konsep yang baru tersebut adalah: (1) Mengajar berpusat pada siswa (Student Centered); (2) Siswa sebagai subjek belajar; (3) Proses pembelajaran berlangsung dimana saja; (4) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan. Dengan konsep yang mengajar yang baru ini murid akan dapat mengembangkan dirinya terus menerus, bahkan pada saat tidak mengikuti lagi pendidikan formal. Inilah yang dinamakan dengan mentalitas “long life learning”, diharapkan dengan mentalitas ini kesenjangan antara output pendidikan dan dunia kerja dapat diatasi.

DAFTAR PUSTAKA

Freire, Paulo. Pendidikan Sebagai Proses (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2000).
Gulo, W. Strategi belajar mengajar (Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002).
Harefa, Andrias. Menjadi Manusia Pembelajar. (Jakarta: Penerbit Harian Kompas, 2000).
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Predana Media, 2006).
Suprapto Hadi, dkk. Pengangguran banyak, 70% lowongan tak terisi. bisnis.vivanews.com/news/read, 2010.

LIPI Perkirakan angka pengangguran turun. www.antaranews.com, 2010.

Resume buku metodologi penelitian kuantitatif dan kualitatif, Bambang Subagyo

Bagian I: Konsep-Konsep Dasar
Pasal 1: Arti dan Fungsi Penelitian
Selama ratusan tahun orang beranggapan bahwa penelitian ialah penyelidikan secara obyektif, yaitu lawan dari penyelidikan naïf. Sekarang arti penelitian itu bergantung kepada paradigmanya, yaitu seperangkat asumsi dan proposisi atau perangkat aksioma (prinsip atau aturan yang telah ditetapkan) yang dipegang oleh pemberi arti penelitian itu.
Penelitian Menurut Paradigma Positivis
Aksioma dari paradigm ini adalah bahwa realitas atau kenyataan dan apa yang benar itu tunggal, konkret, dan dapat dibagi-bagi; hubungan antara yang mengetahui dengan yang diketahui terlepas satu dengan yang lain terlepas; generalisasi yang bebas dari waktu dan konteks dapat dilakukan; hubungan sebab akibat dapat dipastikan karena ada penyebab yang nyata; dan nilai tidak berperan karena penelitian itu bebas nilai.
Penelitian Menurut Paradigma Post-Positivis
Aksioma dari paradigm Post-Positivis adalah bahwa realitas yang benar itu lebih dari satu, merupakan hasil bentukan, dan holistik; hubungan antara yang mengetahui dan diketahui tidak terpisahkan dan interaktif; tidak mungkin melakukan generalisasi yang bebas waktu dan konteks, dan hipotesis yang dapat dibuat hanyalah yang terikat waktu dan konteks; tidak ada sebab yang sebenarnya karena semua entitas dalam keadaan secara serempak saling membentuk, serta penelitian itu terikat pada nilai.
Penelitian Teologi dan Keagamaan: Positivis atau Post-Positivis?
Teologi dan ilmu keagamaan tidak sepenuhnya dapat mendasarkan penelitiannya pada paradigm post-positivis karena penerapan penerapan paradigma itu secara tidak kritis berarti relativisme dan secara ekstrim berarti nihilisme. Paradigma positivis pun tidak dapat diterapkan sepenuhnya karena objek penelitiannya tidak sama dengan objek penelitian sains. Penerapan secara tidak kritis dalam bidang teologi dan keagamaan berarti saintisme dan objektivisme. Penelitian teologi dan keagamaan harus menerapkan keduanya secara kritis sesuai dengan filsafatnya.
Fungsi Penelitian
Fungsi penelitian bergantung pada paradigmanya. Dari paradigm positivis tampak bahwa penelitian berfungsi untuk menyediakan prinsip-prinsip umum, menetapkan fakta, meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan atau menafsirkan dengan lebih baik, memecahkan masalah yang membingungkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya tidak terjawab, serta menyediakan teori. Menurut paradigma post-positivis penelitian berfungsi menyediakan kebenaran yang tepat, menyediakan informasi yang autentik.
Sedangkan fungsi penelitian menurut paradigm iman Alkitabiah ialah untuk menyediakan kebanaran. Kebenaran itu sendiri bukan saja kebenaran yang dapat diperoleh melalui penelitian dengan paradigm positivis, melainkan juga mencakup kebenaran yang diwahyukan. Kebenaran yang mencakup itu bisa menyingkirkan kebenaran yang diperoleh melalui penelitian dengan paradigm post-positivis karena mencakup kebenaran mutlak, di samping mengakui kebenaran-kebenaran yang relatif. Penelitian dengan paradigm iman Alkitabiah juga menyediakan petunjuk praktik yang bermanfaat bagi keperluan manusia sebagai kerangka acuan mengenai keperluan mereka sendiri.

Pasal 2: Ancangan dan Rancangan Penelitian
Dalam pengertian yang paling dasar, melakukan penelitian adalah melakukan tindakan-tindakan untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Tindakan-tindakan itu, antara lain meliputi pengumpulan, analisis, dan penafsiran data. Namun, tindakan-tindakan penelitian itu tidak selalu sama, bergantung kepada rancangan penelitian dan ancangannya.
Ancangan Penelitian
Sesuai dengan paradigma penelitian dalam pasal sebelumnya ada dua ancangan penelitian yang dapat dipilih, yaitu ancangan positivis dan ancangan naturalis.
Ancangan Positivis (Kuantitatif)
Penelitian positivis bersandar pada kuantifikasi dalam pengumpulan dan analisis data untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Langkah-langkah penelitian menurut ancangan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pengembangan hipotesis berdasarkan teori tentang sesuatu; (2) Pengujian hipotesis berdasarkan data yang dapat diamati dan diukur; (3) Penerimaan dan penolakan hipotesis; (4) Pengambilan keputusan mengenai teori setelah cukup banyak penelitian.
Ancangan Naturalis (Kualitatif)
Penelitian naturalis bersandar pada metode kualitatif dan deskriptif untuk mengumpulkan data, menghasilkan hipotesis, dan simpulan umum sebagai bagian dari prosesnya. Kata kualitatif sendiri menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak secara ketat diperiksa atau diukur dari segi jumlah, intensitas, dan frekuensinya, tetapi menekankan sifat realitas yang disusun secara social, hubungan antara peneliti dengan yang diteliti, dan pembatasan situasional yang membentuk penelitian.
Proses riset kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Dimulai dari tahap refleksi; (2) Tahap perencanaan yang mencakup pemilihan lokasi dan strategi penelitian yang menetapkan rancangan dan strategi penelitian yang akan dipakai; (3) Tahap pembuka, yaitu memasuki tempat penelitian dan memperoleh persetujuan dari partisipan; (4) Tahap pengumpulan data yang produktif; (5) Tahap penarikan diri dari lapangan dan penulisan. Tahap ini berhubungan dengan seni penafsiran dan penyajian.
Ancangan yang Mana?
Rothery mengatakan bahwa penelitian positivis mungkin cocok untuk ilmu yang sudah matang, seperti fisika dan kimia, tetapi terlalu terbatas untuk ilmu lainnya. Memang ancangan positivis tidak dapat dipakai untuk semua jenis objek penelitian dalam bidang teologi dan keagamaan. Oleh sebab itu, dalam bidang tersebut, ancangan naturalis juga harus dipakai. Untuk itu, peneliti harus mempertimbangkan kedua ancangan tersebut, mana yang lebih sesuai dan mana yang akan dipakai dalam penelitian.
Rancangan Penelitian
Dalam pengertian luas rancangan penelitian menunjuk pada semua prosedur yang dipilih oleh peneliti untuk menyelidiki sekumpulan pertanyaan atau hipotesis. Rancangan penelitian dengan ancangan yang satu berbeda dengan rancangan penelitian dengan ancangan yang lainnya. Semua rancangan penelitian mengacu pada masalah penelitian. Masalah itu sendiri dapat berhubungan dengan penjelasan, hubungan, atau peramalan.
Dalam penelitian ilmu social, Sproull mengemukakan empat macam rancangan penelitian yang sesuai dengan metode yang digunakan adalah eksperimental sejati, kuasi-eksperimental, bukan-eksperimental, dan kesejarahan.

Pasal 3: Penelitian Eksperimental dan Kuasi-Eksperimental
Penelitian Eksperimental
Penelitian eksperimental adalah penelitian dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) Peneliti dapat mengubah sendiri tingkatan sebuah variable, bukan menyesuaikan diri dengan tingkat variabel yang muncul secara alami; (2) Dalam eksperimen, kelompok subjek eksperimen yang menerima treatment dibandingkan dengan kelompok lain yang sebanding, tetapi tidak mendapatkan treatment. Kelompok yang terakhir itu dinamakan kelompok pengendali (pengawas); (3) Peneliti harus dapat mengelompokkan subjek secara acak dalam kelompok eksperimental dan kelompok pengendali; (4) Peneliti mencoba memastikan bahwa tidak ada perbedaan treatment sistemik yang muncul diantara kelompok percobaan dan kelompok pengendali (kecuali dalam hal variabel bebas).
Penelitian Kuasi-Eksperimental
Pengendalian pada penelitian dengan strategi kuasi-eksperimental tidak sepenuh penelitian dengan strategi eksperimental sejati. Ada yang mengatakan bahwa rancangan kuasi-eksperimental berada di antara rancangan eksperimental sejati dan rancangan korelasional. Variabel bebas mungkin muncul secara alami, tetapi kadang-kadang peneliti bisa mengaturnya.
Penerapan di Bidang Teologi dan Keagamaan
Keputusan untuk memakai rancangan eksperimental dalam studi keagamaan perlu didahului dengan pertimbangan ekstra ketat mengenai etika atau etis tidaknya mengenakan atau tidak mengenakan variabel bebas pada kelompok percobaan dan kelompok pengendali. Penafsirannya pun harus ekstra hati-hati karena variabel bebas di luar variabel percobaan, termasuk yang bersifat misteri, tidak dapat secara penuh, bahkan tidak dapat diawasi sama sekali.

Pasal 4: Penelitian Kuantitatif Bukan-Eksperimental
Jenis penelitian dengan rancangan kuantitatif bukan eksperimental begitu beragam. Penggolongan jenis-jenisnya dapat dilihat dari berbagai segi, misalnya dari tujuan secara umum dan khusus atau dari variabel bebasnya. Yang termasuk penelitian ini adalah: (1) Penelitian Survei; (2) Pengamatan Penelitian Sistematik; (3) Analisis Isi; (4) Penelitian Kausal Komparatif ; (5) Penelitian Korelasional; (6) Penelitian untuk Prakiraan; (7) Penelitian Evaluasi; (6) Penelitian dan Pengembangan

Pasal 5: Penelitian Kualitatif Bukan-Eksperimental
Penelitian Kualitatif Ilmu Sosial dan Humaniora
Yang termasuk dalam penelitian ini adalah (1) Grounded theory; (2) Etnografi; (3) Fenomenologi; (4) Studi Kasus; (5) Hermeneutik.
Beberapa Penelitian Kualitatif Lain dalam Ilmu Sosial
Yang termasuk dalam penelitian ini adalah: (1) Penelitian dengan Metode Biografi; (2) Penelitian Partisipatif; (3) Penelitian Klinis.
Riset Teologi Biblika
Yang dimaksud dengan riset teologi biblika dalam buku ini mencakup teologi eksegesis dan kajian Alkitab. Teologi eksegesis berupaya memahami makna teks, sedangkan kajian Alkitab berupaya menyelidiki Alkitab dan bagian-bagiannya sebagai teks. Yang termasuk dalam riset teologi biblika adalah: (1) Penerjemahan; (2) Kritik Teks; (3) Kritik sumber; (4) kritik bentuk; (5) Kritik redaksi; (6) Kritik retorik; (7) Kritik naratif.
Beberapa Kritik Kesusastraan Lain
Beberapa kritik kesustraan lain yaitu: (1) Strukturalisme, adalah ancangan multidisipliner yang muncul dari linguistic; (2) Kritik tanggapan pembaca adalah suatu ancangan pragmatic terhadap kritik yang memusatkan perhatian pada peran pembaca; (3) Kritik dekonstruktif ialah strategi membaca yang fleksibel dan inventif yang berupaya menyoroti aspek-aspek bermasalah dalam teks yang cenderung dikesampingkan dalam pembacaan biasa. Berikut ini adalah materi yang termasuk kritik kesusastraan lainnya: (1) Kritik Feminisme; (2) Kritik Sosial.
Penyelidikan Alkitab
Penyelidikan Alkitab dapat memanfaatkan kritik-kritik yang telah dibahas. Kritik tersebut dapat menghasilkan kebenaran Alkitab yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan maksud Alkitab sebagai tulisan suci.
Penelitian Teologi dan Filsafat Agama
Dari segi sikap terhadap semua kritik, teologi dapat dibedakan sebagai: Teologi prakritis, teologi kritis, teologi kontrakristis, dan teologi pascakritis. Dari segi gaya, teologi dapat dibedakan sebagai: Teologi proposisionalis-koqnitif, teologi eksperiensial-ekspresif, dan teologi cultural linguistic. Yang termasuk penelitian teologi dan filsafat agama adalah: (1) Penelitian Teologi Sistematik; (2) Penelitian Teologi Praktika dan Pastoral; (3) Studi Kasus Pastoral; (4) Penelitian Filsafat Agama
Buku ini tidak beranggapan bahwa teologi kontekstual adalah teologi yang dihasilkan melalui rancangan penelitian yang telah dibahas sebelumnya. Seharusnya teologi itu kontekstual sehingga tidak perlu ada pengkontektualisasian teologi. Untuk itu dalam melaksanakan prosedur penelitian, teologi yang dihasilkan harus diupayakan agar kontekstual.

Pasal 6
Penelitian Kesejarahan
Borg dan Gall mendefinisikan penelitian sejarah sebagai pencarian sistematis mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan pertanyaan tentang masa lampau dan penafsiran fakta. Penelitian kesejarahan penting dalam teologi dan ilmu keagamaan. Dengan penelitian tersebut, orang dapat belajar dari kekeliruan-kekeliruan dan penemuan-penemuan di masa lampau. Dalam penelitian sejarah, sumber data dapat berupa benda peninggalan, dokumen, dan orang. Secara terperinci langkah-langkah dalam penelitian kesejarahan adalah: (1) Menetapkan masalah atau pertanyaan untuk diselidiki; (2) Mencari sumber-sumber fakta sejarah; (3) Meringkas data kuantitatif dan menilai sumber sejarah; (4) Menyajikan fakta yang cocok dalam kerangka yang bersifat penafsiran; (4) Menyajikan fakta yang cocok dengan kerangka yang bersifat penafsiran.



Bagian II: Proposal
Pasal 7: Masalah
Pernyataan Masalah
Untuk membuat pernyataan masalah, masalah penelitian harus didapatkan lebih dahulu. Berdasarkan masalah itu, peneliti dapat menulis paragraph-paragraf yang menyatakan masalah penelitiannya. Masalah adalah pengalaman ketika kita menghadapi situasi yang tidak memuaskan.
Kata Pendahuluan
Kata pendahuluan berfungsi memberikan latar belakag permasalahan dan mengantarkan pembaca ke pernyataan masalah penelitian. Untuk itu, peneliti perlu bertolak dari bidang permasalahan ke pokok permasalahan yang telah dibatasi ruang lingkupnya, dan yang telah dihadapkan dengan konsep atau variabel tertentu.
Penjelasan Istilah
Pernyataan masalah perlu diikuti dengan penjelasan istilah-istilah yang tercakup di dalamnya. Tidak semua istilah perlu dijelaskan dan tidak perlu dijelaskan sampai pada tingkat kejelasan yang sama. Istilah yang perlu dijelaskan adalah yang pokok. Istilah yang sudah jelas artinya, umum dipakai, kata sambung dan kata bantu tidak perlu dijelaskan.
Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian
Hipotesis ialah pernyataan deklaratif yang menunjukkan adanya kemungkinan hubungan tertentu diantara dua atau lebih variabel yang dapat diuji. Walaupun penelitian dengan hipotesis mengizinkan simpulan penelitian yang lebih kuat dan meyakinkan daripada penelitian dengan pertanyaan penelitian, peneliti tidak selalu dapat selalu memakai hipotesis.
Tinjauan Kepustakaan: Penemuan yang Terkait
Penelitian tidak berlangsung dalam kekosongan. seorang peneliti tidak menganggap diri sebagai seseorang yang melakukan sesuatu yang sama sekali baru. Kenyataan tersebut tidak boleh diabaikan oleh peneliti. Sebaliknya, peneliti harus memerhatikan dengan meninjau dan memadukannya. Hal itulah yang membentuk bagian proposal yang disebut sintesis kepustakaan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah keinginan eksplisit peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara tertentu untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dikemukakan sebagai sasaran penelitian.


Kepentingan dan Alasan Penelitian
Dari bahasan sebelumnya, peneliti telah banyak mengetahui latar belakang masalah penelitian. Latar belakang itu mungkin didapat dari sumber-sumber masalah penelitian ketika peneliti membuat pernyataan pendahuluan yang membimbing pada masalah penelitian. Mungkin juga hal itu diketahui peneliti, terutama, dari tinjauan kepustakaan. Semuanya itu menjadi dasar bagi peneliti untuk menyatakan kepentingan dan alasan penelitian.

Pasal 8: Metode
Rancangan Penelitian
Prosedur penelitian ditentukan oleh rancangan penelitian. Oleh sebab itu, di dalam “metode”, rancangan penelitian dan variasinya yang akan dilaksanakan harus dijelaskan, termasuk metode atau strategi yang akan digunakan beserta alasan pemilihannya. selain itu, perlu ditentukan rancangan penelitian umum dan khusus, yang dibatasi oleh banyak factor, termasuk paradigm yang diyakini, ancangan yang diambil, masalah penelitian, sumber daya, pembatasan, dan keterbatasan.
Populasi dan sampling
Dalam penelitian kualitatif, populasi dan sampling tidak ada. Yang ada adalah tempat penelitian atau partisipan. Populasi ialah semua anggota kelompok unsur tertentu, seperti orang-orang, kejadian-kejadian, atau benda-benda. Dari segi hasil penelitian, populasi ialah kelompok terbesar yang dipakai peneliti agar hasil penelitiannya dianggap berlaku. Namun jika populasi terlalu besar maka penelitian dapat menggunakan sampel.
Pengumpulan Data, Keterbatasan, dan Anggapan Dasar
Data adalah dasar untuk memecahkan masalah penelitian. Data harus dikumpulkan dengan cara dan alat tertentu serta mengikuti prosedur tertentu. Metode pengumpulan data ada 4 macam yaitu: Wawancara, administrasi instrument, observasi/pengamatan, serta pemeriksaan dokumen-dokumen tertulis, benda-benda, dan artefak. Sedangkan yang dimaksud dengan keterbatasan ialah pembatasan dari luar (di luar pengendalian peneliti), yang mengurangi kemampuannya untuk menarik simpulan umum. dan Anggapan dasar adalah pernyataan tentang sesuatu yang diterima begitu saja sebagai kebenaran tanpa mempersoalkan bukti-bukti atau yang menjadi dasar dari keputusan-keputusan.

Pasal 9: Analisis
Bagian ketiga dari usulan penelitian adalah analisis. Bagian itu meliputi uraian mengenai jenis analisis data yang akan dilakukan dan alasan pemilihannya, rencana penyajian data, prosedur analisis dan penyajian hasil analisis, ketentuan-ketentuan mengenai penafsiran hasil analisis, dan evaluasi.
Jenis Analisis Data
Peneliti harus memilih jenis analisis data yang akan dipakai, statistikal atau bukan-statistikal.
Analisis data Kuantitatif
Peneliti harus menentukan analisis statistik mana yang akan dipakai jika menggunakan analisis statistik. Hal tersebut, pertama-tama, ditentukan oleh tingkat pengukuran yang akan dilakukan atau jenis data yang dikumpulkan. Ada empat tingkat pengukuran yang mungkin dilakukan dalam penelitian, yaitu nominal, ordinal, interval, dan rasio.
Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif erat hubungannya dengan pengumpulan data (pengelolaan data, termasuk penyimpanan dan pengeluaran yang efektif untuk tujuan penelitian). Bahkan, ada analisis penelitian kualitatif yang dilakukan bersama dengan pengumpulan data, misalnya dalam penelitian teori grounded. Dalam penelitian semacam itu, analisis data dilakukan sebagai kegiatan serempak dengan pengumpulan data.
Penyajian Data
Dalam bagian penyajian data, perlu dijelaskan bagaimana cara mempersiapkan data agar dapat dianalisis, cara mengatur data, dan cara menggambarkannya. Jadi, dalam bagian usulan penelitian, bagan, table, grafik, dan gambar yang akan dipakai untuk menggambarkan data yang terkumpul dan telah diatur tersebut harus dijelaskan.
Prosedur Analisis Data dan Uji Hipotesis
Pada analisis data tanpa statistik, bagaimana langkah-langkah yang akan diambil, pedoman apa yang akan diikuti dalam memilah-milah informasi yang terkumpul sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian, dan bagaimana informasi itu diatur sehingga menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, perlu dijelaskan. Dengan kata lain, langkah-langkah untuk mendapatkan dasar penafsiran dengan cara yang telah ditetapkan pada bagian “analisis data” dan prosedur analisis data yang melekat pada rancangan kualitatif tertentu perlu dijelaskan.
Penafsiran dan Evaluasi
Pada bagian penafsiran dan evaluasi, penulis menjelaskan cara penafsiran yang telah ditentukan dan akan dilakukan. Dengan kata lain, penarikan simpulan yang akan dikenakan pada subjek atau objek penelitian berdasarkan hasil analisis subproses kedua atas data harus dijelaskan.

Pasal 10: Perencanaan Waktu Pelaksanaan, Unsur Lain, dan Penulisan Proposal
Rencana Waktu Pelaksanaan Penelitian
Dalam rencana waktu pelaksanaa penelitian dan penulisan laporan penelitian, perkiraan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap tahap penelitian dan penulisan laporan harus realistis.
Halaman Depan dan Bahan Acuan
Unsur lain dalam proposal penelitian adalah halaman-halaman depan dan bahan acuan, yang terdiri atas halaman judul, daftar isi, daftar table (jika ada), dan daftar ilustrasi (jika ada). Semua itu harus disesuaikan dengan pedoman sekolah atau lembaga sponsor yang bersangkutan. Bahan-bahan acuan terdiri atas lampiran, yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, misalnya surat-surat pengantar, contoh alat pengumpul data (jika ada), contoh tabel atau bagan untuk penyajian data dan hasil analisis data (jika ada), hasil studi pendahuluan (jika ada). Daftar kepustakaan sementara, termasuk bahan acuan dan harus juga dibuat sesuai ketentuan sekolah atau lembaga sponsor.
Penulisan dan Penyerahan Proposal
Seseorang akan mendapatkan izin dan atau mendapatkan dana untuk melakukan penelitian atau tidak, bergantung kepada seberapa baik proposal yang ditulisnya. Kecakapan menulis perlu dimiliki oleh seorang peneliti karena di samping meneliti, ia harus menggunakan banyak waktu untuk menulis. ia harus menuliskan gagasan-gagasannya, pengertiannya mengenai hasil-hasil riset sebelumnya, dan hasil penelitiannya sendiri. Kedua hal pertama itu tercakup dalam proposal.
Penyajian Proposal Secara Lisan
Bila peneliti harus menyajikan proposal secara lisan, pertama-tama ia harus membuat persiapan, baik isi maupun bahn-bahannya. Mengenai persiapan isi, waktu yang tersedia, orang-orang yang akan menerima penyajian, dan apa yang harus diharapkan dan perlu diketahui oleh mereka dari peneliti, harus dipertimbangkan.

Bagian III: Pelaksanaan dan Pelaporan
Pasal 11: Pelaksanaan Penelitian
Setelah usulan diterima, peneliti kemudian melaksanakan penelitian sesuai dengan usulan tersebut. Dengan kata lain, peneliti menjalankan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dalam usulan penelitian, yaitu dalam rencana pelaksanaan penelitian.
Etika dan Aturan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti harus menjunjung tinggi etika penelitian yang dipegang oleh masyarakat akademis pada umumnya dan yang dipegang oleh sponsor. Perguruan tinggi mungkin mempunyai standar etika tertentu mengenai penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek, bahkan mungkin mempunyai panitia khusus untuk hal tersebut. Oleh sebab itu, peneliti perlu mendapatkan kepastian mengenai etika tersebut dan dapat mematuhinya.
Langkah-Langkah Pelaksanaan
Pelaksanaan proposal bisa terdiri atas Sembilan langkah. Mengenai alat pengumpul data, hal tersebut mungkin sudah silakukan dalam studi awal sehingga tinggal delapan langkah. Kesembilan langkah tersebut adalah: membuat, memperbaiki, memilih, dan menguji alat. Jika belum dilakukan dalam studi awal, pembuatan, perbaikan, dan pengujicobaan alat pengumpulan data, bila perlu, dapat dimasukkan ke dalam pelaksanaan penelitian.

Pasal 12: Penulisan Laporan Penelitian
Langkah terakhir dalam proses penelitian adalah menulis laporan penelitian. Dengan demikian, penemuan-penemuan dalam penelitian itu dapat diketahui oleh pihak lain, entah itu para dosen di suatu perguruan tinggi, staf lembaga, atau organisasi sponsor penelitian, masyarakat akademik, masyarakat professional, masyarakat pengusaha, atau masyarakat pada umumnya.
Jenis-Jenis Laporan Penelitian
Laporan penelitian bervariasi sesuai dengan maksud dan sasaran pembuatannya. Laporan penelitian diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu laporan penelitian lengkap, artikel penelitian terpisah, dan laporan ringkas. Masing-masing dapat disesuaikan dengan kelompok pembaca yang dituju.
Laporan Penelitian Historis
Laporan penelitian historis tidak tepat sama dengan laporan penelitian eksperimental dan bukan eksperimental. Tidak ada format baku pada laporan penelitian historis. Masalah dan topik tertentu menentukan bagaimana penyajian penemuan tersebut diatur.
Laporan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Seperti halnya laporan penelitian kesejarahan, laporan penelitian kualitatif tidak sama dengan laporan kuantitatif. Laporan penelitian kualitatif disebut kisah dan laporan penelitian kuantitatif disebut penuturan. Berbeda dengan laporan penelitian kuantitatif yang pasal-pasal laporannya sudah ditentukan lebih dahulu secara konvensional, pasal-pasal pada laporan penelitian kualitatif mengikuti kategori-kategori dalam penelitian itu sendiri. Laporan penelitian kuantitatif membagi pasalnya berdasarkan sistematika intrumentatif, yaitu masalah, tujuan, kerangka teori, data, analisis, dan simpulan, sedangkan laporan penelitian kualitatif membagi pasalnya berdasarkan substansi objeknya.
3 Topik Permasalahan

1. Studi Korelasi Tipe-Tipe Empat Temperamen Dasar Gembala Sidang terhadap Keberhasilan Pelayanan;

2. Penerapan Konsepsi Garam dan Terang Dunia di Dalam Dunia Kerja;

3. Pengaruh Persepsi Orang Kristen Terhadap Orang Muslim dengan Perilaku Memberitakan Injil.

Resume buku media pembelajaran

BAB I
Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran berarti sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan dengan penerima pesan. ‘Sesuatu’ itu dapat dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran. Jadi, definisi dari media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Dengan pengertian ini, guru atau dosen, buku ajar, dan lingkungan adalah media pembelajaran.
Dewasa ini orang membedakan antara alat peraga dengan media, namun banyak juga yang menggunakan kedua istilah itu silih berganti untuk menunjukkan kepada suatu alat atau benda yang sama. Sesungguhnya perbedaan keduanya hanyalah pada fungsi, bukan pada substansi maupun benda itu sendiri. Sesuatu disebut sebagai alat peraga bila fungsinya hanya sebagai alat bantu belaka dan disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh kegiatan pembelajaran, serta ada pembagian tanggung jawab antara guru di satu pihak dan media di lain pihak.

Bab II
Media Visual

Media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya. Media tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media visual yang tidak diproyeksikan dan yang diproyeksikan.

A. Media Visual yang Tidak Diproyeksikan

1. Gambar Mati atau Gambar Diam (Still Picture)
Kelebihan gambar mati sebagai media pembelajaran adalah: (a) Dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata; (b) Banyak tersedia dalam buku-buku; (c) Sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan; (d) Relatif tidak mahal; (e) Dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi.
Kelemahan gambar adalah: (a) Kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas besar; (b) Hanya dapat menunjukkan dua dimensi; (c) Tidak menunjukkan gerak; (d) Pebelajar tidak selalu mengetahui bagaimana membaca (menginterpretasi gambar).
Manfaat gambar sebagai media visual adalah: (a) Menimbulkan daya tarik bagi pebelajar; (b) Mempermudah pengertian pebelajar; (c) Memperjelas bagian-bagian yang penting; (d) Menyingkat suatu uraian panjang.
Ciri-ciri gambar yang baik: (a) Cocok dengan tingkatan umur dan kemampuan pebelajar; (b) Bersahaja dalam arti tidak terlalu kompleks, karena dengan gambar itu pebelajar mendapat gambaran yang pokok; (c) Realistis; (d) Gambar dapat diperlakukan dengan tangan.
Sebelum menggunakan gambar, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: (a) pengetahuan yang akan diperlihatkan harus jelas; (b) Kemungkinan salah pengertian akan ditimbulkan oleh gambar; (c) Persoalan apa yang hendak dijawab oleh gambar; (d) Reaksi emosional apa yang hendak dibina oleh gambar; (e) Apakah gambar itu membawa pebelajar kepada penyelidikan lebih lanjut; (f) Apakah sekiranya ada media lain yang lebih tepat untuk mencapai tujuan?
Kepada pebelajar hendaknya ditujukan hal-hal yang perlu diperhatikan saat mempelajari gambar, antara lain: (a) Apa yang harus dicari pebelajar dalam gambar itu; (b) Pebelajar harus mengerti bagaimana mempelajari gambar; (c) Bagaimana pebelajar memberikan kritik terhadap gambar; (d) Bagaimana hubungan gambar itu dengan materi pelajaran lain; (e) Bila gambar terlalu luas, berikan dalam seri-seri gambar yang mempunyai ukuran logis; (f) Waktu melihat gambar mungkin semua pebelajar tidak dapat melihat dengan jelas, maka sesudah pelajaran usai gambar diletakkan di tempat yanag dapat dijangkau oleh pebelajar.

2. Ilustrasi
Ilustrasi berasal dari bahasa latin illustrate, yang berarti menerangkan atau membuat sesuatu lebih jelas. Ilustrasi juga didefinisikan sebagai gambar atau wujud yang menyertai teks. Gambar atau tulisan tersebut merupakan suatu kesatuan yang bertujuan memperjelas teks atau buku cetakan yang diterbitkan. Dalam pengertian yang lebih luas, ilustrasi dapat berupa gambar, tulisan, ucapan, gerak (tari), bunyi (musik).

3. Karikatur
Karikatur adalah gambar yang disederhanakan bentuknya dan biasanya berisi sindiran.

4. Poster
Poster merupakan suatu gambar yang mengombinasikan unsur-unsur visual seperti, garis, gambar, kata-kata, yang bermaksud menarik perhatian serta mengkomunikasikan pesan secara singkat. Dalam proses pembelajaran, proses dapat menimbulkan perhatian pebelajar untuk berbagai situasi belajar. Dalam proses pembelajaran, poster dapat menimbulkan perhatian pebelajar untuk berbagai situasi belajar. Misalnya, untuk mengenalkan suatu topik atau materi baru, sebagai peringatan untuk hal-hal yang berbahaya, seperti, praktikum dengan bahan-bahan kimia, listrik tegangan tinggi, dapat diberikan suatu poster.
Sebelum merencanakan poster, hal yang perlu dipiikirkan adalah untuk siapa poster itu dibuat, dan dengan tujuan apa poster itu ditunjukkan kepada pebelajar. Poster dapat bermanfaat sebagai penggerak perhatian, sebagai petunjuk, sebagai peringatan, pengalaman kreatif dan untuk berkampanye.


5. Bagan
Bagan adalah gambaran dari sesuatu yang dilukiskan dengan garis, gambar, dan kata-kata. Maksudnya untuk meragakan suatu pokok pelajaran yang menunjukkan adanya hubungan, perkembangan, atau perbandingan tentang sesuatu. Beberapa jenis bagan antara lain: (a) Bagan organisasi; (b) bagan bergambar (bahan lukisan); (c) Bagan perbandingan atau perbedaan; (d) Bagan pandangan tembus; (e) Bagan keadaan; (f) Bagan terurai; (g) Bagan petunjuk; (h) Bahan waktu; (i) Bagan pertumbuhan; (j) Bahan skematik; (k) Bagan lembaran balik (flip chart).

6. Diagram
Diagram adalah suatu gambaran terbuka dari suatu obyek atau proses. Maksudnya adalah sesuatu yang diterangkan irisannya atau penampangnya dengan gambar, garis, dan kata-kata.

7. Grafik
Grafik merupakan pemakaian lambang-lambang visual untuk menjelaskan data statistic. Jenis grafik adalah grafik garis, grafis batang atau grafik bidang, grafik gambar, dan grafik lingkaran.

8. Peta datar
Peta adalah gambaran yang menjelaskan permukaan bumi atau beberapa bagian daripadanya, yang menunjukkan ukuran dan posisi yang relatif, menurut skala yang digambarkan. Jenis peta menurut isinya dapat dibedakan menjadi: peta fisika, peta ekonomi, dan peta politik. Jenis peta menurut bentuknya, dibagi menjadi: Peta untuk pembelaja, peta timbul, atlas dan globe.

9. Realia dan Model
Realia atau disebut juga objek adalah benda yang sebenarnya dalam bentuk utuh. Misalnya: orang, binatang, rumah, dan sebagainya. Model adalah media tiga dimensi yang mewakili benda yang sebenarnya. Selain itu juga ada istilah specimen merupakan bagian atau dari benda yang sebenarnya, seperti; pecahan gelas, mineral, kulit, batu-batuan, daun, ranting, dll. Juga ada Mock Up yang berarti bagian dari benda yang ingin ditunjukkan cara kerjanya.

10. Berbagai Jenis Papan
Beberapa jenis papan yaitu: Papan tulis hitam atau putih, stensil papan tulis, cetakan papan tulis, papan peragaaan.

B. Media Visual yang Diproyeksikan

1. OHP (Over Head Proyector)
Kelebihan penggunaan OHP dalam pembelajaran adalah: (a) Penyaji (guru) berhadapan dengan pebelajar; (b) Mudah digunakan karena sederhana; (c) Dapat digunakan untuk pebelajar yang besar jumlahnya.
Kelemahan OHP adalah: (a) Efektifitas penyajian OHP tergantung pada penyaji; (b) OHP tidak dipersiapkan untuk belajar mandiri; (c) Bahan-bahan cetak seperti gambar, majalah, koran, tidak dapat secara langsung diproyeksikan karena harus dipindahkan dahulu ke bahan transparan; (d) Kadang-kadang ada bagian yang tak dapat diamati bila guru perlu menambahkan suatu tulisan pada transparan, karena tertutup oleh bayangan guru.
Teknik penggunaan OHP adalah: (a) Guru tetap menghadap ke kelas; (b) Tulisan pada transparan tidak perlu dipasang terbalik; (c) Untuk menunjuk suatu gambar, guru cukup menunjuk dengan pensil pada transparan, tak perlu menunjuk langsung pada transparan; (d) Sewaktu guru berbicara tanpa menunjuk OHP, pesawat harap dimatikan, kemudian dapat dihidupkan kembali bila diperlukan. Hal ini dilakukan untuk menghemat lampu yang jumlah penggunaannya terbatas.

2. Slide (film Bingkai)
Slide merupakan suatu gambar transparan dalam bentuk kecil yang bersifat individual, dalam arti dipertunjukkan satu persatu. Bahan transparan dapat terbuat dari celluloid (seperti film, tapi khusus film slide), dari kaca atau plastik bening.
Kelebihan penggunaan slide: (a) Gambar yang bersifat individual, memudahkan guru dalam mengatur penyajian; (b) Materi pelajaran dapat dibuat sendiri oleh guru dengan menggunakan prinsip pemotretan; (c) Lama penyajian satu gambar dapat diatur oleh guru sesuai dengan kebutuhan; (d) Proyektor slide yang bersifat otomatis, dapat menampilkan sendiri urutan gambar yang telah diatur; (e) Proyektor slide sederhana sehingga mudah menggunakan; (f) Dapat digunakan untuk pembelajaran individual maupun kelompok.
Kelemahan penggunaan Slide: (a) Tidak dapat memberikan kesan yang berhubungan dengan gerak, emosi, maupun suara; (b) Pembuatan bahan membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan OHP; (c) Gambar yang bersifat individual mudah hilang; (d) Kesalahan menempatkan gambar membuat gambar terbalik pada layer; (e) Tidak dapat menunjukkan kedalaman benda (tiga dimensi); (f) slide yang dibuat dari kaca mudah pecah; (g) Membutuhkan keterangan yang banyak dari guru; (h) Sukar menunjukkan hubungan, karena gambar-gambar yang lepas-lepas, sehingga dapat merosot menjadi pertunjukkan gambar.

3. Filmstrip (Film Rangkai)
Filmstrip ini sama halnya dengan slide, akan tetapi tidak diotong-potong, melainkan dibiarkan dalam gulungan satu rol, kemudian diproyeksikan dengan proyektor filmstrip. Ada dua jenis filmstrip, yaitu: ruas rangkap (double frame), ukuran 35 mm merupakan lebarnya dan ruas tunggal (single frame), ukuran 35 mm merupakan panjangnya.

4. Opaque Projector
Nama proyektor ini memang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kalau tiga jenis alat sebelumnya merupakan lembaran plastik atau film transparan, maka untuk opaque perangkat lunaknya tidak temus cahaya, seperti gambar dalam majalah, Koran, tulisan di buku, dsb.
Kelebihan menggunakan opaque adalah (a) berbagai materi pelajaran dapat ditunjukkan secara langsung diambil dari buku, koran, majalah, peta, dsb; (b) Perangkat lunak tidak membutuhkan biaya banyak; (c) dapat dipakai berulang-ulang; (d) Berbagai objek tiga dimensi seperti serangga, mata uang logam, daun, dapat diproyeksikan.
Sedangkan kelemahannya adalah (a) Tidak dapat menunjukkan gambar yang terang; (b) Materi diproyeksikan dapat rusak bila terlalu lama diproyeksikan; (c) Pesawat kurang aman bila tersentuh karena panas; (d) Membutuhkan ruang yang betul-betul gelap, maka kurang cocok untuk pembelajaran siswa.

Bab III
Media Audio

Kegiatan mendengarkan dalam pembelajaran meliputi beberapa langkah, pertama, dalam proses mendengarkan, seseorang mendengar secara aktual karena ada stimulus auditif. Kedua, otak perlu meneruskan stimulus tersebut ke dalam urat syaraf otak dan memprosesnya. Akhirnya, menghubungkan aspek kognitif yang sesuai dengan informasi baru tersebut ke dalam ingatan riil atau ke materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Dalam media audio ini dibedakan antara media audio tradisional dan digital.
A. Media Audio Tradisional
1. Audio Kaset
2. Audio Siaran
3. Telepon

B. Media Audio Digital
1. Media Optik
2. Audio Internet
3. Radio Internet

C. Karakteristik Media Audio
Kelebihan media audio adalah: (a) Tidak begitu mahal untuk kegiatan pembelajaran; (b) Cukup hemat; (c) Dapat digunakan untuk pembelajaran kelompok maupun individual; (d) Dapat digunakan untuk tuna netra dan tuna wicara; (e) Untuk anak kecil dan yang belum dapat membaca, media ini dapat digunakan sebagai pengalaman belajar bahasa permulaan; (f) Media audio dapat membawakan pesan verbal yang lebih dramatis daripada media cetak; (g) Dapat bervariasi; (h) dapat dibawa kemana-mana; (i) Sangat ideal untuk belajar mandiri di rumah; (j) Sangat menarik perhatian.
Kelemahan media audio: (a) Kadang-kadang membosankan; (b) Beberapa diantara pebelajar kurang memperhatikan penyajian; (c) Pengembangan audio yang baik akan banyak menyita waktu; (d) Kesulitan jika pendengar memiliki kemampuan mendengar yang berbeda; (e) Hanya ada satu jalur informasi, jadi tidak ada balikan.

D. Bentuk-Bentuk Program Audio
1. Program Wicara
2. Wawancara
Ada dua wawancara yaitu wawancara informasi dan wawancara pribadi;
3. Diskusi
4. Buletin
5. Warta Berita
6. Program Dokumenter
Ciri utama dari program ini adalah adanya narator. Narasi dalam program documenter tidak hanya terbatas dalam pembicaraan, melainkan juga menggunakan versi lirik, latar belakang musik. Program dokumenter juga menggunakan aktor dan suara orang, dapat juga menggunakan efek suara dan musik.
7. Program Feature dan Majalah Udara
Kedua program tersebut memiliki banyak kesamaan. Perbedaan yang pokok ialah bahwa program majalah udara mempunyai dua tema atau lebih dalam satu acara. Program feature biasanya terbatas pada satu tema dalam satu waktu/acara.
8. Drama Audio

E. Membangun Ketrampilan Mendengarkan
Campbell dalam Duffy, 2003 mengemukakan strategi mengajarkan kebiasaan mendengarkan dengan efektif pada anak-anak sbb: (1) Konsentrasi; (2) Perhatian; (3) kontak pandang; (4) Menggunakan bahasa tubuh; (5) Memahami symbol-simbol komunikasi; (6) Mengulangi pesan; (7) Mempertanyakan/klarifikasi.

Bab IV
Media Audio Visual

Melalui media audio visual seseorang tidak hanya dapat melihat dan mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus dapt mendengar sesuatu tang divisualisasikan. Berikut ini beberapa media audio visual:
A. Slide Suara
Slide suara merupakan jenis media visual yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layer dengan iringan suara. Terwujudnya program slide suara yang baik sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antara berbagai unsure yaitu: Graphic artist, photographer, dan narator.
Ada banyak jenis program slide diantaranya adalah program slide untuk promosi, program slide yang berupa anjuran, program slide untuk penerangan, program slide untuk ilmu pengetahuan khusus, program slide pengetahuan popular, dan program slide yang bersifat dokumenter.
B. Televisi
Istilah televisi terdiri dari kata tele berarti jauh dan visi yang berarti penglihatan. Program televisi dibedakan menjadi: Jaringan televisi sekitar atau closed circuit television (CCTV) dan program televisi siaran (television broadcast). Ciri-ciri program televisi siaran adalah (a) Berlangsung satu arah; (b) Komunikator melembaga; (c) Pesan bersifat umum; (d) Menimbulkan keserempakan; (e) Bersifat heterogen. Sedangkan media televisi tersebut berfungsi untuk penerangan, pendidikan, dan hiburan.

C. Kerucut Pengalaman
Pengalaman manusia digambarkan sebagai suatu kerucut, yang dimulai dari pengalaman langsung sampai dengan pengalaman abstrak. Berikut ini adalah kerucut Pengalaman dari pengalaman yang paling bawah: (a) Direct purposeful experiences (pengalaman langsung); (b) Contrived experiences atau indirect experiences (pengalaman tiruan atau tidak langsung); (c) Dramatized experiences (pengalaman bersandiwara); (d) Demonstration (demontrasi); (e) Field-trip (karya wisata); (f) Exhibits (Karya Wisata); (g) Televition and Motion Picture (Televisi dan gambar bergerak); (h) Still picture, Radio, and Recording (Gambar diam, radio, dan rekaman); (i) Visual Symbols (Lambang-lambang visual); (j) Verbals Symbols (Lambang kata-kata).

D. Multimedia
Istilah multimedia berkenaan dengan penggunaan berbagai jenis/bentuk media secara berurutan maupun simultan dalam menyajikan suatu informasi. Multimedia saat ini sinonim dengan format computer-based yang mengombinasikan teks, grafis, audio, bahkan video ke dalam penyajian digital tunggal dan koheren. Tujuan multimedia dalam pendidikan dan pelatihan adalah melibatkan pebelajar dalam pengalaman multisensori untuk meningkatkan kegiatan belajar.
Smaldino, dkk (2005) mengemukakan jenis-jenis multimedia sebb:
1. Multimedia Kits
Merupakan kumpulan bahan-bahan yang berisi lebih dari satu jenis media yang diorganisasikan sekitar satu topic. Jenis ini termasuk CD-room, slides, audiotapes, videotapes, gambar diam, media cetak, OHT, peta, lembar kerja, bagan, grafis, objek, model.
Kelebihan dari multimedia Kits adalah: (a) Minat, multimedia membangkitkan minat karena bersifat multisensori; (b) Menstimulus kerja kelompok; (c) Memiliki keuntungan logistik yang nyata. Sedangkan kelemahannya adalah: (a) Biayanya mahal; (b) memerlukan waktu memproduksi dan memelihara materi; (c) Kehilangan komponen-komponennya akan mengakibatkan kegagalan.

2. Hypermedia
Merupakan media yang memiliki komposisi materi-materi yang tidak berurutan. Hypermedia mengacu pada software computer yang menggunakan unsur-unsur teks, grafis, video, dan audio yang dihubungkan dengan cara yang dapat mempermudah pemakai untuk beralih ke suatu informasi.
Kelebihan Hypermedia adalah: (a) Mengasyikkan; (b) Multisensori; (c) Dapat terhubung dengan media-media yang berbeda; (d) individualisasi; (e) Merangsang kreatifitas guru dan pebelajar. Sedangkan kelemahannya adalah: (a) rawan kehilangan; (b) kurang terstruktur; (c) tidak informatif; (d) Kompleks, sukar dimanfaatkan; (e) Memerlukan waktu banyak.

3. Media Interaktif
Adalah media yang meminta pebelajar mempraktekkan ketrampilan dan menerima balikan. Kelebihan dari media ini adalah: (a) Media ganda; (b) Partisipasi pebelajar; (c) Individualisasi; (d) Fleksibilitas; (e) Simulasi. Sedangkan kelemahannya adalah: (a) Biaya; (b) Produksi yang mahal; dan (c) Kekakuan.

4. Virtual Reality
Media yang melibatkan pengalaman multisensori dan berinteraksi dengan fenomena sebagaimana yang ada di dunia nyata. Kelebihan dari media ini adalah (a) Realitas virtual menciptakan dunia realistis tanpa menghadapi situasi nyata; (b) Pebelajar membutuhkan kesempatan untuk menggali tempat yang tidak fisible dalam dunia riil; (c) Judul terbatas.

5. Expert System
Paket software yang mengajarkan kepada pebelajar bagaimana memecahkan masalah yang kompleks dengan menerapkan kebijakan para ahli secara kolektif di lapangan. Kelebihan dari media ini adalah: (a) Lingkungan computer terkontrol memungkinkan pengalaman multi sensori dengan fenomena sebagai yang ada di dunia fisik; (b) Memberikan kesempatan yang besar dalam pendidikan karena ketersediaan perangkat lunak untuk menciptakan dunia riil.

Multimedia digunakan bila (a) Mengilustrasikan bagaimana mekanisme sesuatu itu bekerja; (b) Mengklarifikasi atau menekankan konsep-konsep abstrak yang kompleks; (c) Untuk mengilustrasikan materi yang tidak familiar. Dan multimedia seharusnya ditolah bila: (a) Tidak ada dukungan dari institusi; (b) Tidak memiliki relevansi materi; (c) Materi sudah pernah disajikan oleh pihak lain; (d) Aksesibilitas materi.

Bab V
Pengembangan Media Sederhana

Pengembangan media sederhana yang dibahas dalam bab ini adalah media grafis, yang dibuat sendiri oleh guru. Adapun prinsip-prinsip umum untuk mendesain media tersebut adlah sbb:
A. Prinsip-prinsip umum
Prinsip umum dari media grafis adalah (1) Sederhana; (2) Kesatuan (Unity); (3) Penekanan (emphasis); (4) Keseimbangan (balance); (5) Alat-alat visual: garis, bentuk, warna, tekstur, dan ruang.
B. Pembuatan Transparansi
Pada umumnya tidak berbeda dengan pembuatan media grafis di atas. Transparansi dapat dibuat dengan dua cara pokok: (1) Dengan menggambar dan menulis langsung transparansi dengan spidol; (2) Dengan computer melalui program MS Power Point.

C. Dasar-Dasar Desain Visual
Ada tiga kategori utama desain visual yaitu: unsur visual, teks, dan afektif. Unsur visual meliputi grafis, symbol, obyek nyata, dan organisasi visual. Unsur teks meliputi: Semua aspek penyajian tekstual. Sedangkan unsur-unsur afektif meliputi komponen-komponen visual yang dapat mendatangkan respon dari pengamat.
Smaldino (2005) mengelompokkan keputusan mendesain itu ke dalam beberapa kelompok, yaitu: (1) Elemen-elemen: pemilihan dan pemasangan unsure verbal/visual untuk dimasukkan di dalam tampilan; (2) Pola: pemilihan pola-pola mendasari unsur yang akan ditampilkan; (3) Susunan: Susunan unsur-unsur secara individual dengan pola yang mendasari.

Bab VI
Pemilihan Media

Pemilihan media yang terbaik untuk tujuan pembelajaran tertentu bukanlah mudah. Dalam pemilihan media, Gagne, dkk (1988) menyarankan perlunya mempertimbangkan: (1) Variable tugas, dalam pemilihan media, guru harus menentukan jenis kemampuan yang diharapkan dari pebelajar sebagai hasil pembelajaran; (2) Variabel pebelajar, karakter pebelajar perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media; (3) Lingkungan belajar termasuk didalamnya besarnya biaya sekolah, ukuran ruangan kelas, kemampuan mengembangkan materi baru, ketersediaan radio, televisi, atau perlengkapan lainnya, kemampuan guru dan kesediaan untuk usaha-usaha mendesain pembelajaran; ketersediaan bahan-bahan modul untuk pembelajaran individual, sikap pemimpin sekolah maupun guru terhadap inovasi, dan arsitektural sekolah; (4) Lingkungan pengembangan; (5) Ekonomi dan budaya; (6) Faktor-faktor praktis seperrti besarnya kelompok dalam suatu ruangan, jarak penglihatan dan pendengaran untuk penggunaan media, seberapa jauh penggunaan media dapat mempengaruhi respon pebelajar, adalah penyajian itu sesuai dengan respon pebelajar, apakah stimulus pembelajaran menuntut respon gerak, warna, gambar, kata-kata lisan, atau tertulis, apakah media yang dipakai mempunyai urusan yang pasti, media apakah yang paling mendukung kondisi belajar untuk pencapaian tujuan, dan media apakah yang lebih lengkap untuk maksud peristiwa pembelajaran tersebut.





Bab VII
Penggunaan Media dalam Pembelajaran

A. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Media
Dalam pemilihan media untuk pembelajaran, guru sebenarnya tidak hanya cukup mengetahui tentang kegunaan, nilai, serta landasannya, tetapi juga harus mengetahui bagaimana cara menggunakan media tersebut. Adapun prinsip-prinsip umum penggunaan media adalah: (1) Penggunaan media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai bagian integral dalam sistem pembelajaran; (2) Media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai sumber daya; (3) Guru hendaknya memahami tingkat hirarki dari jenis alat dan kegunaannya; (4) Pengujian media pembelajaran hendaknya berlangsung terus, sebelum, selama, dan sesuadah pemakaiannya; (5) Penggunaan multimedia akan sangat menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran..

B. Langkah-Langkah Penggunaan Media
Untuk menggunakan media seharusnya dilakukan perencanaan yang sistematik. Langkah-langkah penting dalam penggunaan media yaitu:
1. Persiapan sebelum menggunakan media yaitu: (a) Mempelajari petunjuk penggunaan media, terutama bila dibutuhkan perangkat keras seperti berbagai jenis pesawat proyektor (media elektronik). (b) Semua peralatan yang digunakan perlu disiapkan sebelumnya, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran tidak akan terganggu oleh hal-hal yang bersifat teknis; (c) Perhatikan pengaturan ruang maupun pebelajar.
2. Pelaksanaan penggunaan media. Pada saat kegiatan belajar dengan media berlangsung, hendaknya dijaga agar suasanan tetap tenang. Kalau media digunakan secara kelompok, usahakan setiap kelompok secara bergiliran dipantau. Selama sajian media berlangsung, dapat diselingi dengan pertanyaan, meminta pebelajar melakukan sesuatu, misalnya menunjuk gambar, mengerjakan soal dan merumuskan sesuatu.
3. Evaluasi
4. Tindak Lanjut
Dari umpan balik yang diperoleh, guru dapat meminta pebelajar untuk memperdalam sajian dengan berbagai cara.

C. Model ASSURE Dalam Penggunaan Media
1. A=Analyze Learner Characteristic (Menganalisis Karakteristik Pebelajar)
Yang pertama dianalisa adalah karakteristik umum meliputi faktor usia, tingkat pendidikan, pekerjaan/posisi, kebudayaan, dan social ekonomi. Kemudian kemampuan awal dan gaya belajar.
2. S=State Objectives (menyatakan tujuan)
Langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan pembelajaran sekhusus mungkin. Tujuan ini mungkin dijabarkan dari silabus, buku teks, kurikulum, atau dikembangkan oleh guru. Berikut ini teknik ABCD untuk menyatakan tujuan. A=Audience, apa yang dikerjakan oleh pebelajar. B=Behaviour, kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan yang akan dicapai setelah pembelajaran. C=Conditions, pernyataan tujuan yang meliputi kondisi dimana unjuk kerja itu diamati. D= Degree, pernyataan tujuan yang mengindikasikan standar atau kriteria yang akan memutuskan sejauh mana keberhasilan unjuk kerja itu dapat diterima.
3. S=Select methods, media, dan materials (memilih metode, media, dan materi)
Rencana untuk penggunaan media dan teknlogi, pertama-tama tentu saja menuntut pemilihan yang sistematis. Proses memilih ada 3 tahap yaitu: (1) Menentukan metode yang sesuai dengan suatu tugas belajar; (2) Memilih bentuk media yang cocok dengan metode yang akan disajikan, dan (3) Memilih, memodifikasi, atau merancang materi secara khusus dalam bentuk media.
4. U=Utilize media and materials (memanfaatkan media dan materi)
Perubahan paradigma pembelajaran dari teacher-centered ke student centered, yang lebih memungkinkan pebelajar memanfaatkan materi, baik secara mandiri atau kelompok kecil daripada mendengarkan mendengarkan presentasi guru secara klasikal.
5. R=Require Learner Participation (meminta partisipasi pebelajar)
Pendidik yang merealisasikan partisipasi aktif dalam pembelajaran, akan meningkatkan kegiatan belajar.
6. E=Evaluate (menilai)
Evaluasi dan revisi merupakan komponen yang penting untuk pengembangan kualitas pembelajaran. Evaluasi terdiri dari menilai hasil pebelajar, menilai metode dan media, dan akhirnya merevisi.

Bab VIII
Belajar Jarak Jauh (Distance Learning)

A. Pengertian Belajar Jarak Jauh
Belajar jarak jauh atau disebut juga pendidikan jarak jauh dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi modern dalam kegiatan pembelajaran tanpa kehadiran guru secara langsung. Belajar jarak jauh lebih popular dideskripsikan sebagai belajar melalui telekomunikasi. Secara lebih formal, belajar jarak jauh didefinikan sebagai suatu bentuk cara belajar dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) Terpisah secara fisik; (2) Program pembelajaran terorganisasi; (3) Lebih banyak belajar mandiri; (4) Pebelajar dapat belajr dimana saja; (5) Menggunakan media telekomunikasi; (6) Komunikasi dua arah.

B. Belajar Jarak Jauh dan Telekomunikasi
Belajar jarak jauh dalam arti yang sangat luas menurut Dabbagh & Ritland (2005), dapat diimplementasikan melalui aplikasi berbagai teknologi, meliputi audio, video, dan computer, atau teknologi digital. Teknologi dalam tiap kategori tersebut membantu interaksi.

C. Peranan Pendidikan Jarak Jauh
1. Peranan Pebelajar
Pebelajar menjadi lebih terlibat dalam kegiatan belajar, namun tetap menjadi tanggungjawab guru untuk mengorganisasikan pelajaran dan meningkatkan interaksi serta membimbing pebelajar bagaimana berinteraksi dengan secara tepat.
2. Peranan Guru
Agar guru dapat mengadakan pengawasan dan berpartisipasi aktif dalam kaitannya dengan semua program pembelajaran, perlu memperhatikan hal-hal sebagai beriktu: (a) meningkatkan interaksi dengan guru-pebelajar, pebelajar-pebelajar yang lain; (b) Menjawab pertanyaan di tempat manapun; (c) Membantu pemecahan masalah dengan segera; (d) Menyiapkan quiz dan lembar kerja untuk latihan; (e) Bertanggungjawab dalam hal pengoperasian alat dan memecahkan kesulitan peralatan.
3. Peranan Teknologi
Dengaan teknologi untuk BJJ yang menyandarkan pada televisi, atau video, guru perlu merubah keberadaan materi pembelajaran.

D. Fungsi Komunikasi Pembelajaran
Smaldino (2005) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan: (a) Penyajian informasi; (b) Interaksi guru-pebelajar; (c) Interaksi pebelajar-pebelajar; (d) mengakses sumber-sumber belajar.

E. Beberapa Jenis Sistem Telekomunikasi
1. Siaran Radio
Kelebihan dari siaran radio adalah (a) biaya tidak begitu mahal dibandingkan televisi; (b) Mempunyai jangkauan luas; (c) Sangat fleksibel, memiliki efek dramatis terutama untuk cerita, musik, drama, diskusi; (d) Imaginasi yang menonjol karena hanya menggunakan media dengar. Sedangkan kelemahan media ini adalah (a) Siaran radio harus direkam terlebih dahulu; (b) mahalnya operasinya kalau harus merekam terlebih dahulu; (c) Dibutuhkan dukungan naratif yang bagus; (d) Perlu ilustrasi musik dan efek suara untuk menggambarkan suasana.
2. Teleconferensi Audio
Kelebihan dari media ini adalah (a) Biayanya relative murah; (b) Mudah digunakan; (c) Interaktif. Sedangkan kelemahannya adalah (a) Tidak ada informasi visual; (b) Harus memiliki peralatan khusus bila ingin suaranya baik; (c) Kurangnya pengalaman menyebabkan kurang berpartisipasi.
3. Televisi
Kelebihan dari media ini adalah: (a) Ada penampilan visual gerak di samping audio, sehingga bisa memperjelas gambaran; (b) Memungkan pembelajaran interaktif; (c) dapat disiarkan dalam jangkauan yang luas; (d) Informasi segera diterima. Sedangkan kelemahannya adalah (a) Untuk komunikasi dua arah membutuhkan biaya yang lebih banyak; (b) Memerlukan teknisi khusus untuk mengatasi masalah peralatan; (c) Perlu penyusunan skenario khusus pembelajaran; (d) Tidak memiliki hubungan online seperti halnya dengan internet.
4. Teknologi Online
Kelebihan media ini adalah (a) Biaya lebih efisien; (b) memiliki kemampuan audio maupun visual; (c) Komunikasi dua arah; (d) Belajar secara online. Kelemahannya adalah (a) Memerlukan perangkat keras; (b) Memerlukan kelas yang telah diatur untuk itu; (c) Memerlukan teknisi khusus.

F. Teknologi Pendukung Belajar Jarak Jauh
Dalam belajar jarak jauh, teknologi pendukung dikelompokkan ke dalam 2 kategori:
1. PJJ yang Sinkron
Merupakan pembelajaran yang terjadi pada waktu yang sama, meskipun tidak dalam tempat yang sama. Beberapa teknologi pendukung PPJ yang sinkron adalah telepon, speakerphone, conference call, video conferencing, dan internet chat.
2. PPJ yang tidak sinkron
Guru dan pelajar dapat berpartisipasi pada waktu yang berbeda dari lokasi yang sama atau lokasi yang berbeda. Teknologi yang mendukung adalah telepon, faximile, e-mail, konferensi elektronik, kelas web site

Bab IX
Online Learning

A. Pengertian
Online learning juga biasa disebut electronic learning merupakan pembelajaran yang disajikan secara elektronik dengan menggunakan computer dan media berbasis computer.

B. Lingkungan Belajar Tradisional Versus Belajar Online
Saat ini paradigma pembelajaran telah berubah dari teachered centered learning ke student centered learning yang ditandai dengan keaktifan pebelajar dalam proses pembelajaran, dan diasumsikan pebelajar memiliki tanggungjawab atas kegiatan belajarnya sendiri.
Suatu cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut yaitu: (1) Mencoba mengajar pebelajar tentang bagaimana belajar yang baik; (2) Mencoba meningkatkan tingkat motivasi pebelajar.

C. Pemanfaatan program belajar melalui online learning
Banyak program belajar yang disediakan secara online. Dengan demikian, pebelajar dapat mengakses pelajaran yang mungkin tidak tersedia di sekolah. E-mail dapat dipadukan dan dipakai oleh pebelajar untuk memperoleh informasi, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan di luar dinding sekolah.
Dengan meningkatkannya system teknologi dan komunikasi, sangat mungkin menggunakan computer untuk menghubungkan pebelajar dengan oranglain atau ahli bidang studi di luar kelas. Pengguna internet dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan berpartisipasi dalam kelompok diskusi, yang diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu:
a. Newsgroup (juga disebut chatgroup atau conference);
b. Mailing list (juga disebut listserves)

Local Area Network dan Wide Area Network
Local Area Network (LAN)
Dari semua jaringan yang ada, yang paling sederhana adalah jaringan local. Suatu LAN hanya menghubungkan computer-komputer untuk lokasi yang sangat terbatas, misalnya di suatu gedung, kantor, atau laboratorium.

Wide Area Network (WAN)
Berbeda bentuk LAN, WAN merupakan jaringan internet yang jangkauannya lebih luas. Jaringan WAN digunakan oleh suatu Universitas yang memiliki banyak gedung yang tersebar beberapa tempat. Bahkan jaringan WAN juga dapat menghubungkan komputer yang terpisah secara geografis, misalnya antar kota, negara, dan bangsa.
Keuntungan dari ini adalah mudah berkomunikasi, berbagi perangkat keras maupun perangkat lunak, sentralisasi, konsisten, kemuktahiran. Sedangkan keterbatasan dalah biaya cukup mahal untuk suatu gedung yang luas, memerlukan perangkat lunak khusus yang rekompatibel, jumlah pengguna terbatas, remote tidak realibel, dan kecepatan respon.

D. Model-Model Online Learning
Model-model online learning sebagai berikut:
1. Knowledge Network (Jaringan pengetahuan), knowledge learning merupakan jaringan telekomunikasi yang pada awalnya dibentuk secara geografis.
2. Portal Knowledge (pengetahuan portal)
3. Asynchronous Learning Network (Jaringan belajar yang tidak sinkron)
4. Telelearning (Belajar jarak jauh)
5. Virtual Classroom (kelas virtual)
6. Web-based instruction (pembelajaran berbasis web)

E. Proses Pengembangan E-Learning
Untuk mengembangkan program e-learning, ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu analisis kebutuhan, mendeskripsikan kinerja/kompetensi yang ingin dicapai, menetapkan metode dan media pembelajaran, menentukan jenis evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran.
Berikut ini adalah beberapa keuntungan penggunaan internet dalam belajar: (a) World Wide Web (www) memotivasi pebelajar dari berbagai gaya belajar; (b) Program e-mail memungkinkan komunikasi dan kolaborasi diantara para pebelajar dengan ahli bidang studi atau dengan para pebelajar lain di luar kota atau Negara lain; (c) Menyajikan akses informasi yang luas dari berbagai sumber; (d) Menyajikan hasil kerja pebelajar melalui www yang menciptakan rasa percaya diri yang paling penting adalah hasil kerja pebelajar dapat dilihat oleh orang lain; (e) Kegiatan yang memungkinkan peningkatan kegiatan belajar di berbagai bidang pengetahuan; (f) Memungkinkan semua pendidik untuk berkumpul dan berbagi informasi dan mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan belajar; (g) Mempermudah peranan guru sebagai konselor dalam penemuan pengetahuan.

Mengenal behaviorisme, sebuah filsafat pendidikan

PENGERTIAN BEHAVIORISME
Sebelum munculnya teori kontemporer pendidikan terdapat berbagai fisolofi yang mempengaruhi dunia pendidikan baik yang dikategorikan filosofi tradisional maupun modern. Adapun filosofi tradisional tersebut adalah Idealisme, Realisme, dan Neo-Skolastikisme. Sedangkan yang tergolong dalam filosofi modern adalah Pragmatisme, dan Eksistensialisme. Filosofi-filosofi ini sangat mempengaruhi arah pendidikan pada setiap zaman. Dalam perkembangannya dan di dalam pengaruh berbagai arus filosofi, pendidikan itu sendiri terus bergumul dengan berbagai masalahnya dan menghasilkan berbagai teori pendidikan yang oleh George R. Knight disebut sebagai teori kontemporer pendidikan. Behaviorisme adalah salah satu di dalamnya.

A. Latar Belakang
Sebelum memahami pengertian dan materi yang terkandung dalam behaviorisme sangatlah penting untuk memahami lebih dahulu akar dari munculnya behaviorisme. Behaviorisme berakar dari tiga filosofi yang sudah ada sebelumnya. Filosofi itu adalah:
1. Realisme
Realisme adalah aliran filosofi yang melihat bahwa kenyataan adalah berkenaan dengan benda-benda yang beroperasi menurut hukum alam. Dengan berakar pada realisme, behaviorisme memfokuskan pada hukum-hukum alam. Makhluk hidup dari perspektif kaum behavioris merupakan bagian dari alam dan sebagai akibatnya beroperasi menurut hukum-hukum alam. Tugas kaum behavioris adalah menyelidiki organisme yang hidup, termasuk manusia, dalam usaha menemukan hukum-hukum tingkah laku. Setelah hukum-hukum ini ditemukan mereka akan menetapkan dasar bagi teknologi behavior (tingkah laku). Dalam hal ini manusia dipersamakan dengan makhluk hidup lain, terutama hewan.
2. Positifisme
Dengan berakar pada filosofi positifis maka pembuktian empiris merupakan pusat dari metodologi behavior.
Dalam buku “Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif” Bambang Subagyo menyatakan bahwa empirisme mengacu kepada seseorang yang menjalankan sesuatu semata-mata berdasarkan hasil pengamatan atau pengalaman. Dari konsep tersebut ilmu pengetahuan mendasarkan pengetahuannya ada pengamatan peristiwa-peristiwa tertentu yang dilakukan secara cermat.
3. Materialisme
Materialisme adalah teori bahwa kenyataan dapat dijelaskan dengan hukum-hukum dari masalah.
Dengan berdasar kepada pada tiga filosofi diatas muncullah berbagai tokoh yang melakukan pengamatan tingkah laku dengan cermat terhadap hewan yang kemudian menghasilkan teori tingkah laku yang bernama behaviorisme.

B. Pengertian Behaviorisme
Behaviorisme adalah aliran psikologi yang kemudian sangat berpengaruh terhadap bidang pendidikan yang menekankan pada tingkah laku/perilaku manusia (individu) sebagai makhluk yang reaktif yang memberikan respon terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku orang tersebut.
Behaviorisme muncul awalnya melalui penelitian Psikolog Rusia bernama Ivan Pavlov (1849-1936). Penelitian yang dilakukan Ivan Pavlov adalah penelitian yang dilakukan terhadap beberapa anjing. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pavlov, anjing-anjing yang ada di laboratoriumnya mulai mengeluarkan air liur pada saat mereka diberi makan, bahkan sebelum mereka bisa melihat atau mencium aroma makanannya. Anehnya, mereka mengeluarkan air liur ketika mereka melihat penjaganya atau pada saat mereka mendengar langkah kaki penjaganya. Selanjutnya penelitian sederhana ini membimbing Pavlov untuk melakukan serangkaian percobaan yang cukup terkenal; dia akan membunyikan bel atau suara berdengung – yang dua-duanya tidak menyebabkan anjing berliur – dan kemudian dengan Pavlov memberi makan anjing-anjingnya, sebuah stimulus yang mengarah pada keluarnya liur. Dengan segera Pavlov menemukan bahwa apabila prosedur yang sama diulang sesering mungkin, bunyi bel dan dengung saja sudah mengakibatkan keluarnya air liur. Penelitian Pavlov ini kemudian menghasilkan teori stimulus-respon yang bernama classical Condisioning.
John B. Watson (1878-1958), mengikuti petunjuk Pavlov, menegaskan bahwa tingkah laku manusia adalah persoalan dari refleks-refleks yang dikondisikan. Watson mendalilkan bahwa psikologi sebaiknya menghentikan studi tentang apa yang manusia pikir dan rasakan, dan mulai mempelajari apa yang dilakukan orang-orang. Bagi Watson, lingkungan adalah pembentuk tingkah laku utama. Ia berpendapat bahwa lingkungan anak dapat dikendalikan, kemudian ia dapat mengatur anak ke dalam banyak tipe manusia yang diinginkan.
Tokoh Behavioris yang paling berpengaruh adalah BF. Skinner. Teori tingkah laku Skinner yang terkenal bernama Operant Conditioning. Teori ini berdasar dari Eksperimen yang dilakukan oleh Skinner. Dalam Eksperimen tersebut, seekor tikus diletakkan dalam kotak (Skinner Box). Lefrancois (2000.132) mengatakan untuk eksperimennya, kotak tersebut berisi sebuah pengungkit, sebuah tali, sebuah jaring bermuatan listrik yang terletak di lantai, dan sebuah baki makanan, semuanya diatur sedemikian rupa sehingga apabila tikus menekan pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir makanan akan masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu, kebanyakan tikus akan dengan segera belajar menginjak pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir makanan akan masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu, kebanyakan tikus akan dengan segera belajar menginjak pengungkit, dan mereka akan melakukan hal serupa selama beberapa waktu meskipun mereka tidak selalu memperoleh makanan setiap kali mereka menekan pengungkit. Demikian pula tikus tersebut dapat dengan tiba-tiba diarahkan untuk menolak pengungkit jika pada saat menekannya akan mengaktifkan arus listrik pada lantai jaring. Tetapi, tikus-tikus tadi juga akan belajar menekan pengungkit untuk memadamkan arus listrik.
Eksperimen ini menghasilkan teori tingkah laku yang menekankan bahwa tindakan-tindakan seseorang dapat diarahkan melalui reinforcement/penguatan dan punishment/hukuman.

PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN BEHAVIORISME
Terhadap bidang pendidikan behavorisme memberi pengaruh sangat besar, terutama pada abad pertengahan. Berikut ini prinsip-prinsip pendidikan behaviorisme:
a. Manusia adalah binatang yang berkembang lebih dari lainnya dan ia belajar dalam cara yang sama yang dipelajari oleh binatang-binatang lain
Manusia tidak memiliki banyak martabat atau kebebasan yang khusus. Benar bahwa manusia adalah organism alam yang kompleks, tetapi terutama ia masih merupakan bagian dari kerajaan binatang. Tugas dari behavioris adalah mempelajari hukum-hukum tingkah laku. Hukum-hukum ini sama bagi semua binatang. Termasuk manusia.
b. Pendidikan adalah proses pengaturan tingkah laku
Dari perspektif behavioris orang deprogram untuk bertindak dengan cara-cara tertentu melalui lingkungan mereka. Mereka diberi penghargaan karena tindakan dari beberapa cara dan dihukum karena tindakan dengan cara lain. Aktivitas-aktivitas yang menerima penghargaan positif tersebut cenderung diulang, sementara penghargaan negatif cenderung dimatikan. Tugas pendidikan adalah menciptakan lingkungan belajar yang mengarahkan pada tingkah laku yang diinginkan. Pendidikan di sekolah dan institusi pendidikan lainnya kemudian dipandang sebagai lembaga pendesainan budaya.
c. Peran guru menciptakan lingkungan belajar yang efektif
Skinner menyatakan bahwa murid-murid itu belajar dalam kehidupan sehari-hari melalui konsekuensi dari tindakan mereka. Tugas guru itu mengatur lingkungan belajar yang akan menyediakan penguatan untuk tindakan murid yang diinginkan . Berikut ini contoh lingkungan belajar yang harus dikondisikan guru:
d. Efisiensi, ekonomi, ketelitian, dan obyektifitas adalah pusat perhatian nilai dalam pendidikan
Teknik-teknik tingkah laku dalam behaviorisme telah diaplikasikan untuk praktek-praktek bisnis, seperti managemen sistem, periklanan, dan promosi penjualan dengan banyak sukses. Hal ini mengarahkan sektor besar dari komunitas untuk bekerjasama dengan kaum behavioris psikologis untuk menjadikan sekolah-sekolah dan pendidik-pendidik itu “bertanggungjawab” (bisa melakukan pengkondisian). Gerakan bertanggungjawab ini telah berusaha memperbaiki tanggungjawab hasil pendidikan – apa yang dipelajari anak – pada mereka yang melaksanakan pengajaran. Hal ini telah menstimulasikan perhatian dalam pengaplikasian teknik, obyektif, dan pelaksanaan managemen usaha yang berdasarkan pengukuran dalam konteks sekolah.

DAFTAR KEPUSTAKAAN


Knight, R. George. Isu-Isu Alternatif dalam Filosofi Pendidikan. (Bogor: Penerbit Yayasan Kasih Abadi, 2000)

Rizky. Behaviorisme Dipandang dari Segi Psikologi Islam. Http/: Dekrisqi@Blogspot.com. Internet

Subagyo, Bambang. Pengantar Riset Kuantatif dan Kualitatif (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2001)

Zidniyati. Behaviorisme And Social Learning Theory . intern